Senin, 18 Mei 2009

Mekanisme Penyusunan APBD 2009

I. DASAR HUKUM
1. Peraturan Pemerintah RI No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
2. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
3. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Perubahan Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
4. Permendagri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009

II. TAHAPAN RANCANGAN APBD
1. Penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)
a. Merupakan penjabaran RPJMD dengan menggunakan bahan dari Rencana Kerja SKPD untuk jangka waktu 1 tahun yang mengacu pada RKP (Rencana Kerja Pemerintah).
b. Diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.
c. Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
2. Penyusunan KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara)
a. Berdasarkan RKPD dan Pedoman Penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri (Permendagri Nomor 32 Tahun 2008).
b. Disusun oleh Kepala Daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin Sekretaris Daerah.
c. Rancangan KUA dan PPAS yang telah disusun, disampaikan Sekretaris Daerah kepada Kepala Daerah paling lambat minggu pertama bulan Juni.
d. Rancangan KUA dan PPAS disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan Juni untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
e. KUA dan PPAS disepakati oleh Kepala Daerah dan pimpinan DPRD yang dituangkan dalam nota kesepakatan paling lambat akhir bulan Juli.
3. Penyusunan Surat Edaran Kepala Daerah
a. Berdasarkan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS.
b. Rancangan Surat Edaran disiapkan oleh TAPD mencakup :
- Prioritas pembangunan daerah dan program/kegiatan yang terkait
- Alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program/kegiatan SKPD



- Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD
- Dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga
- Diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan

4. Penyusunan RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)
a. Berdasarkan Surat Edaran Kepala Daerah.
b. Disusun oleh kepala SKPD.
c. Ada 2 (Dua) Jenis RKA :
1. Belanja Pegawai, Barang Dan Jasa, dan Modal yang dianggarkan dalam RKA-SKPD pada masing-masing SKPD.
2. RKA-PPKD dibuat SKPKD berisi :
- Pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah.
- Belanja bunga, belanja subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.
- Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah.

5. Penyiapan Raperda APBD
a. RKA-SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
b. Apabila dalam hasil pembahasan RKA-SKPD oleh TAPD terdapat ketidaksesuaikan dengan :
- KUA, PPAS, Prakiraan maju pada RKA-SKPD tahun berjalan yang disetujui tahun lalu, dan Dokumen perencanaan lainnya.
- Kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar satuan harga.
- Kelengkapan instrumen pengukuran kinerja, yang meliputi capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, & standar pelayanan minimal.
- Proyeksi prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya.
- Sinkronisasi progam dan kegiatan antar RKA-SKPD.
maka Kepala SKPD harus menyempurnakan
c. Hasil RKA-SKPD yang telah disempurnakan disampaikan kepada PPKD (Pajabat Pengelolaan Keuangan Daerah) dan sebagai bahan :
- Penyusunan Rancangan Perda tentang APBD
- Penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
d. Rancangan Perda tentang APBD yang disusun PPKD disampaikan kepada Kepala Daerah.
e. Rancangan Perda tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.
f. Penyebarluasan RAPBD dilaksanakan oleh sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.

III. TAHAPAN PENETAPAN APBD
1. Penyampaikan dan Pembahasan Rancangan Perda tentang APBD
a. Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda APBD beserta lampiran dan disertai nota keuangan kepada DPRD paling lambat minggu pertama pada bulan Oktober.
b. Pembahasan Rancangan Perda ditekankan pada kesesuaian Rancangan APBD dengan KUA dan PPAS.
c. Persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD terhadap rancangan Perda tentang APBD ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan DPRD paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.
d. Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan, Kepala Daerah melaksanakan pengeluaran setiap bulan setinggi-tingginya sebesar seperduabelas APBD tahun anggaran sebelumnya.
e. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan seperti tersebut diatas (d) dibatasi hanya untuk belanja yang bersifat tetap seperti belanja pegawai, layanan jasa, dan keperluan kantor sehari-hari.
f. Rencana pengeluaran sebagaimana dimaksud pada (e) disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
g. Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada (f) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri.
h. Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada (g) yang dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
- ringkasan APBD
- ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
- rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan
- rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan
- rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
- daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
- daftar piutang daerah
- daftar penyertaan modal (investasi) daerah
- daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
- daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
- daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini.
- daftar dana cadangan daerah.
- daftar pinjaman daerah.
i. Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada (g) paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
j. Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Menteri Dalam Negeri/gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana pada (i) kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

2. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
a. Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
b. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada (a) dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
c. Apabila gubernur menetapkan pernyataan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota.

3. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
a. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
b. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada (a) dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
c. Kepala Daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD & peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada Mendagri bagi propinsi & gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
d. Untuk memenuhi asas transparasi, kepala daerah wajib menginformasikan subtansi pada APBD kepada masyarakat yang telah diundangkan dalam lembaran daerah.


IV. TAHAPAN PELAKSANAAN APBD
1. Berdasarkan asas umum pelaksanaan APBD.
2. Penyiapan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD.
a. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.
b. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada (a).
c. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima betas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
d. Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada (c), PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah.
e. DPA-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada (d) disampaikankepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
f. DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada (e) digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

Rabu, 18 Maret 2009

PERMASALAHAN PENGHASILAN TETAP KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

Menanggapi Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 perihal Penyaluran dana ADD dan Penghasilan tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa dan Surat Gubernur Jawa Timur Nomor : 141/714/011/2009 perihal Penghasilan Tetap bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa yang salah satu materinya adalah agar mempedomani surat Mendagri tanggal 15 Januari 2009 Nomor : 142/305/PMD Perihal penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa, maka dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Apakah surat Menteri Dalam Negeri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 72 tentang Desa ; sebagai contoh :
Dalam Surat Mendagri tanggal 9 pebruari 2009 Nomor : 142/567/PMD perihal Penyaluran dana ADD dan penghasilan Tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa pada point 1 yang menyebutkan :
“untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 27 dan pasal 68 PP nomor 72 Tahun2005, Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007, menggariskan bahwa penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa, dan ADD masuk dalam pos Belanja Bantuan Keuangan pada APBD Kabupaten/Kota.”
Hal yang digariskan dalam Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 9 Pebruari 2009 Nomor : 142/567/PMD diatas khususnya tentang penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa dialokasikan di dalam APBD Kab/kota bertentangan dengan dasar hukumnya atau bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya yaitu :
a. bertentangan dengan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa yang berisi :
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan desa.
(2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa.
(3) Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota.
Pasal ini menjelaskan bahwa penghasilan tetap dan/atau tunjangan kepala desa dan perangkat desa itu menjadi kewenangan dan sudah diatur di tingkat desa yang ditetapkan dalam APBDesa.

b. Dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah 72 Tahun 2005 mengatur bahwa sumber pendapatan desa itu terdiri atas :
a). Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b). Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c). Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d). Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e). Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 68 khususnya huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 berisi :
“bantuan dari Pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bantuan dari Provinsi dan Kabupaten/Kota digunakan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan Desa.

Dengan demikian maka bantuan dari propinsi maupun kabupaten / kota bukan untuk penghasilan tetap dan/ atau tunjangan kepala desa dan perangkat desa melainkan untuk mempercepat pembangunan desa.
Oleh karena itu surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD yang menggariskan agar penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa masuk dalam pos belanja bantuan keuangan pada APBD Kebupaten / kota menurut hemat kami tidak dapat dilaksanakan karena surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tersebut tidak konsisten dengan penjelasan pasal 68 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa.


2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 pada Lampiran V angka 3 yang berisi tentang Pemberdayaan Pemerintahan Desa dan Masyarakat Desa menyebutkan bahwa Kabupaten/Kota supaya menganggarkan dalam APBD sesuai prioritas dan kebutuhan serta kemampuan keuangan, khususnya bidang pemerintahan desa antara lain sebagai berikut :
“Alokasi Dana Desa (ADD), tambahan penghasilan aparat pemerintahan desa untuk terpenuhinya penghasilan kepala desa dan perangkat desa.”
Bahwa tambahan penghasilan yang diatur dalam Permendagri Nomor 26 tahun 2006 di atas dimaksudkan untuk kepala desa dan perangkat desa yang penghasilannya masih kurang ( minimum sebesar Upah minimum regional sesuai pasal 27 ayat 3 Peraturan pemerintah nomor 72 tentang desa) dan tambahan penghasilan tersebut bukan untuk semua kepala desa dan perangkat desa atau bahkan untuk penghasilan tetap.

3. Disamping itu berlakunya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007, hanya digunakan untuk pedoman menyusun APBD tahun 2007 sedangkan tahun anggaran 2008 berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008, dan untuk tahun 2009 berpedoman pada Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 32 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, yang di dalamnya tidak lagi mengatur tentang tambahan penghasilan aparat pemerintahan desa untuk terpenuhinya penghasilan kepala desa dan perangkat desa.

4. Mencermati Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 142/305/PMD tanggal 15 Januari 2009 tentang Penghasilan Tetap bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa pada huruf e yang menyatakan bahwa “Dalam hal ini Tanah Kas Desa baik yang berasal dari hak ulayat atau Tanah Kas Desa lainnya, tidak lagi menjadi penghasilan tetap bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa tetapi bersumber pada APBD Kabupaten/Kota.”
Hal ini adalah tidak benar karena penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa itu diatur dalam APBDesa yang salah satu sumbernya berasal dari Tanah Kas Desa sehingga apabila penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa dimasukkan dalam APBD, maka disamping bertentangan dengan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, hal ini juga menyebabkan penghasilan ganda bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Sebagaimana contoh kasus di Kabupaten Ngawi bahwa penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang dalam pasal 1 angka 18 berisi “Tanah Kas Desa, adalah tanah milik desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa dan hasilnya menjadi sumber pendapatan desa, yang berasal dari tanah bengkok, ganjaran, percaton, tanah titi soro, tanah pangonan, tanah sengkaran, tanah guron, tanah cawisan, tanah bantuan pemerintah daerah dan lain-lain.
Sedangkan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa itu diatur pada pasal 2 ayat (1) yang berisi “Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulan berupa uang serta penghasilan lain yang sah sesuai dengan kemampuan keuangan desa kecuali Sekretaris Desa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil.

5. Menanggapi surat Menteri Dalam Negeri nomor142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 khususnya pada angka 3 yang menyebutkan bahwa :
“Peraturan Bupati Ngawi Nomor 77 tahun 2008 tanggal 28 Oktober 2008 tentang penjabaran perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi sudah benar sesuai peraturan yang berlaku dan dapat segera dicairkan sesuai dengan alokasi dana yaitu :
a) Pada kode rekening 1.20.1.20.07.5.1.7.03.01 untuk bantuan Alokasi Dana desa (ADD) sebesar Rp. 21.876.500.000 (Dua puluh satu milyar delapan ratus tujuh puluh enam juta lima ratus ribu rupiah)
b) Pada kode rekening 1.20.1.20.07.5.1.7.03.04 untuk Bantuan penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkatnya Rp. 17.466.880.000,- ( Tujuh Belas Milyar Empat Ratus Enam Puluh Enam juta Delapan ratus delapan puluh ribu rupiah).”
Hal ini dapat kami sampaikan bahwa Peraturan Bupati Ngawi Nomor 77 tahun 2008 tanggal 28 Oktober 2008 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi sudah diubah dengan Peraturan Bupati Nomor 85 Tahun 2008 tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2008 ( sebagaimana terlampir) untuk disesuaikan dengan Keputusan Gubernur Nomor 188/132.K/KPTS/013/2008 tanggal 21 Oktober 2008 tentang Hasil Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2008 dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun 2008 (terlampir) yang didalamnya terdapat alokasi dana sebesar Rp 17.466.880.000,- (Tujuh Belas Milyar Empat Ratus Enam Puluh Enam Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Ribu Rupiah) digunakan untuk Alokasi Dana Desa (ADD).
Hal ini pun juga sudah dipahami dan disepakati oleh kepala desa dan perangkat desa pada saat unjuk rasa tanggal 16 desember 2009, bahwa dana tersebut diatas disepakati untuk masuk Alokasi Dana Desa (kesepakatan terlampir).
6. Sesuai pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut “
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
Dalam pasal 7 ayat (4) berisi : “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Dalam pasal 7 ayat (5) berisi : “Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
Sehubungan dengan itu maka :
1) Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 perihal Penyaluran Dana ADD dan Penghasilan Tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa;
2) Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/305/PMD tanggal 15 Januari 2009 perihal Penghasilan Tetap bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa;

Merupakan peraturan perundang-undangan yang kekuatan hukumnya dibawah jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana pasal 7 ayat (1).
Dengan demikian, karena Surat Menteri Dalam Negeri sebagaimana tersebut di atas bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka Surat Menteri Dalam Negeri tersebut dapat diabaikan atau batal demi hukum.

7. Berikut kami lampirkan pula contoh pola pelanggaran hukum yang sama dalam kasus yang berbeda, dalam hal ini kasus pengadaan pemadam kebakaran yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau dan Kota Makasar. Semoga hal ini menjadi pertimbangan bagi pengambilan kebijakan pada pemberian penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa sebagaimana jawaban hasil konsultasi kami dengan BPK Perwakilan Jawa Timur Nomor 307/S/XVIII/08/2008 tanggal 12 Agustus 2008 bahwa penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa didasarkan pada PP 72 Tahun 2005 pasal 27 dan sumber pendanaannya didasarkan pada pasl 68 (surat terlampir).

8. Kesimpulan dari penjelasan sebagaimana tersebut di atas adalah :
a. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 perihal Penyaluran dana ADD dan Penghasilan tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa menimbulkan penerimaan penghasilan ganda bagi kepala desa dan perangkat desa.
b. Apabila Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 perihal Penyaluran dana ADD dan Penghasilan tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa dilaksanakan maka pencairan dana tersebut telah memenuhi 3 unsur tindak pidana korupsi yaitu :
1. Terjadi perbuatan melawan hukum;
2. Merugikan keuangan Negara dan;
3. Memperkaya diri atau orang lain.
Sedangkan yang menanggung akibat hukum dari Surat Menteri Dalam negeri Nomor 142/567/PMD tersebut adalah para aparat pemerintahan daerah. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya pemerintah pusat untuk memindahkan konflik yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat beralih ke Kabupaten / kota.

c. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 142/567/PMD tanggal 9 Pebruari 2009 perihal Penyaluran dana ADD dan Penghasilan tetap Kepala Desa serta Perangkat Desa menurut hemat kami tidak konsisten dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa khususnya pasal 27 dan pasal 68, sehingga berapapun surat menteri dalam Negeri yang keluar apabila tetap bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa ) maka pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi tidak berani melaksanakan.

 
© free template by Blogspot tutorial